Home » Posts tagged 'Short Course LN'

Tag Archives: Short Course LN

Archives

Categories

Serasa Cepat Berlalu

Oleh: Mahrani Pontianak

Aku bingung kalimat apa yang paling tepat untuk kusampaikan saat ini. Hatiku terasa teriris sembilu tatkala membayangkan esok hari sudah tidak ada lagi keceriaan khas para pemburu ilmu. Hari demi hari dilalui dengan senyum dan terkadang perasaan cemburu mulai esok sudah tiada lagi yang mendalu-dalu. Terasa koyak bak tisu yang biasa tersedia di kamar itu.

Aku bingung kalimat apa yang bisa terlontar dari bibir mungil ini. Satu bulan dilalui bersama bukan perkara mudah untuk berpisah dari mereka. Minggu pertama dilalui dengan sejuta ilmu, minggu kedua dilalui dengan ribuan kilometer berliku. Minggu ketiga dilalui dengan rasa mendayu. Minggu keempat dilalui dengan perasaan pilu.

Aku bingung harus mengatakan apa. Yang jelas hari ini adalah hari terakhir aku bisa berkumpul dengan mereka. 25 manusia hebat dari seluruh pelosok negeri ditambah aku yang hanya sebatas anak bawang yang ingin bisa seperti mereka, minimal bisa mengikuti jejak-jejak hebat mereka meskipun tidak bisa setara dengan orang-orang hebat itu.

C:\Users\USER\Downloads\IMG-20190401-WA0003.jpg

Sedih, ya….sedih yang kurasakan saat ini. Esok sudah tidak ada lagi canda khas dari sahabat-sahabat terbaik ini. Tak ada lagi terdengar kalimat “Ayo sarapan dulu pak”, tak ada lagi terdengar ucapan “teman-teman, tugas besok petugas resumenya bapak… ya….”, tak ada lagi terdengar kisah fiktif tongkat ali, tak ada lagi terdengar kalimat “ kirimin foto aku donk…”, tak ada lagi terdengar “prepare to landing sambil tertawa terbahak-bahak”.

Esok sudah kembali ke daerah masing-masing. Sang komandan, Pak Suhadak akan kembali ke tanah Papuanya. Sang pujangga, Pak Dani sudah kembali ke tanah Maduranya. Sang perangkai kata, Pak Alfian sudah kembali ke tanah Makassarnya. Sang sahabat sekamar, Pak Dana sudah kembali ke tanah Batamnya. Sang animator, Pak Ojik sudah kembali ke tanah Mataramnya. Sang pembicara, Pak Anang sudah kembali ke tanah Slemannya. Sang kreator, Bu Tere sudah kembali ke tanah NTTnya. Sang pendaki, Pak Zazuli sudah kembali ke tanah Bangka Belitungnya. Sang Filsuf, Pak Agus sudah kembali ke tanah Jogjanya. Sang pemikir cerdas, Pak Sigit juga kembali ke tanah Jogjanya. Sang Ibu, Bu Lababa juga kembali ke tanah Jogjanya. Sang periang suasana, Bu Erna sudah kembali ke tanah Purwarejonya. Sang Penebar Pede, Pak Praja sudah kembali ke tanah Slemannya. Sang dokumentator, Pak Yasri sudah kembali ke tanah Kolakanya. Sang periang, Bu Jamila sudah kembali ke tanah Gorontalonya. Sang pejuang daerah terdepan, Pak Nurlyanto telah kembali ke tanah Sintangnya. Sang penyabar, Pak Amiri telah kembali ke Seramnya. Sang Penyemangat kelompok, Bu Masrita kembali ke tanah Luwunya. Sang Mas Gagah, Pak Taufik kembali ke tanah Sukamaranya. Sang pemurah senyum, Pak Gunanto sudah kembali ke tanah Lampungnya. Sang periang dalam diam, Pak Tundung kembali ke tanah Wonosobonya. Sang periang, Bu Arlina kembali ke tanah Marosnya. Sang pelempar tutur kata, Bu Ida kembali ke tanah Serangnya. Sang ibu dengan keibuannya, Bu Laila kembali ke tanah Magelangnya. Serta aku, kembali ke tanah Pontianak tercintaku.

Untaian kata tak sanggup kutulis untuk mengungkapkan rasa sedih ini. Goresan pena tak sanggup mewakili kegundahan hati karena tidak lagi dapat mempelajari hal-hal terbaik dari mereka untuk beberapa saat kedepan. Harapan agar bertemu kembali di suatu moment akan datang senantiasa membahana dalam fikiran. Semoga kita dipertemukan.

# Sampai jumpa di kesempatan yang akan datang

#Terima kasih untuk semua pembelajaran yang diberikan

# Semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan

“Peran Guru Tak Bisa Tergantikan”

“Bagaimanapun kemajuan dan perkembangan teknologi, peran guru tidak bisa tergantikan” ujar Dr. M.Q. Wisnu Aji, S.E., M.Ed,  Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) didampingi Kepala PPPPTK Matematika, Dr. Dra. Daswatia Astuty, M.Pd. pada acara Bimbingan Teknis dalam rangka Post Departure Short Course On Enhancing Primary Mathematics Learning in The STEM Environment di SEAMEO RECSAM, Malaysia di Ruang Gamma PPPPTK Matematika, 1 April 2019. Kegiatan bimtek ini dilaksanakan selama 3 hari mulai 31 Maret s.d. 2 April 2019.

E:\Cahyo 2019\Buku bulanan\4. April\2. Kunjugan sesdirjen GTK di post departure\WhatsApp Image 2019-04-01 at 10.53.36.jpeg
Peserta mendengarkan arahan dari Dr. M.Q. Wisnu Aji, S.E., M.Ed, Sekretaris Ditjend Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).

 Menurut Wisnu Aji, kegiatan pengiriman guru ke luar negeri perlu karena peran guru yang sangat penting dalam membentuk generasi bangsa. Pendidikan tidak hanya mendengar dan membaca, tapi perlu melihat dan menyaksikan secara langsung. Menurutnya para guru perlu untuk melihat peradaban dan budaya negara-negara maju.

Di era revolusi industri 4.0 guru untuk bisa memanfaatkan revolusi industri 4.0 jangan jadi korban. Guru mengajar sesuai perkembangan zaman dan menerapkan Higher Order Thinking Skill (HOTS).

E:\Cahyo 2019\Buku bulanan\4. April\2. Kunjugan sesdirjen GTK di post departure\DSC_0169.JPG
Alphian Abu Faris Arkan, Peserta Bimtek memaparkan hasil Short Course On Enhancing Primary Matematics Learning In The Stem Environment di SEAMEO RECSAM, Malaysia dihadapan Sekretarsi Ditjen GTK dan Kepala PPPPTK Matematika.

Pada akhir kegiatan Wisnu Aji berpesan kepada para guru peserta bimtek agar apa yang diperoleh selama  short course dapat diimplementasikan dan didesiminasikan kepada guru-guru yang lain. Ditambahkannya agar guru terus meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki.

Sementara itu Kepala PPPPTK Matematika, Dr. Dra. Daswatia Astuty, M.Pd.,  menyambut kedatangan peserta dengan apresiasi yang tinggi karena ada 2 orang peserta menghasilkan buku yang tentang kegiatan short course selama di Malaysia.

Sebelumya pada kesempatan yang sama Kepala Bidang Program dan Informasi, Dr. Rachmadi Widdiharto, M.A.,  melaporkan kegiatan short course diikuti 13 guru SD, 10 guru SMP, dan didampingi 3 orang widyaiswara PPPPTK Matematika. (CS)

“Membangun Masa Depan Indonesia di Garis Depan”

Nurlyanto, S.Pd (SDN 4 Sungai Mali – Sintang)

Alhamdulillah tak henti-hentinya saya menghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT atas kesempatan untuk mengikuti Pelatihan Guru ke Luar Negeri. Bagaikan mimpi, saya yang bertugas jauh dipedalaman pulau Kalimantan ini dapat menjadi 1 dari guru-guru matematika terbaik yang ditugaskan untuk belajar di SEAMEO RECSAM Penang Malaysia. Sebagai Guru Garis Depan (GGD) yang bertugas di daerah 3T dengan segala kesulitan transportasi dan komunikasi, mendapat kesempatan belajar ke luar negeri merupakan rizki yang harus disyukuri karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan yang sama, terlebih lagi sebagai peserta termuda.

Kondisi akses trasnportasi di perbatasan Indonesia – Malaysia

Selama 3 pekan belajar di Malaysia saya mendapatkan banyak pengalaman berharga, yang mampu menyadarkan saya bahwa kita belum siap menghadapi persaingan di Abad 21 terlebih lagi revolusi industri 4.0. Mengapa? Bagaimana tidak, banyak pelajar kita yang belum siap menghadapi persaingan global, karena mereka tidak disiapkan untuk menguasai bahasa inggris sementara di negara tetangga sudah membiasakan berbahasa inggris sejak di bangku sekolah dasar bahkan seorang pelayan minimarket bahasa inggrisnya sangat lancar.

Lantas bagaimana dengan kesiapan kita menghadapi revolusi industri 4.0? Ini tak kalah menyakitkan, anak-anak kita bagaikan orang yang tersesat di era yang serba sentuh dengan ujung jari ini. Mereka begitu lekat dengan teknologi namun tidak tahu memanfaatkan teknologi dengan baik, bahkan hanyut untuk hal-hal yang tidak berguna. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Sebagian guru masih banyak yang tidak mampu memanfaatkan ICT, bahkan sekedar membuat akun email banyak yang kesulitan.

Berbagai permasalahan di atas hendaknya membuat kita sadar diri untuk terus memperbaiki diri, mengejar ketertinggalan. Tidak ada hal yang tidak mungkin selama kita mau berusaha dan berdoa, Allah akan memperbaiki kualitas suatu bangsa jika bangsa tersebut mau berbenah. Kini tinggal bagaimana para guru mau memperbaiki dirinya, menjadi guru yang cerdas dan menjadi teladan yang diidolakan oleh murid-muridnya.

Selama 21 hari menimba ilmu di SEAMEO RECSAM banyak ilmu yang didapat yang Insya Allah dapat berguna dalam pengembangan pembelajaran berbasis STEM di sekolah saya. Walaupun bertempat di daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal bukan lah alasan untuk tdak menerapkan STEM dalam pembelajaran karena banyak bahan-bahan dari alam yang dapat dimanfaatkan.

Selain mendaptkan ilmu mengenai STEM dan pendekatan pembelajaran yang lain, ilmu yang lain yang juga bermanfaat adalah emanfaatan ICT dalam pendidikan. Pemanfaatan Learning Management Sistem (LMS) dapat menjembatani guru-guru di daerah tertinggal yang kesulitan akses informasi untuk dapat mengikuti diklat daring (online) tanpa harus jauh-jauh pergi ke kota. LMS memungkinkan guru untuk belajar tanpa harus bertatap muka, dan memudahkan mereka karena pola pembelajaran nya memungkinkan guru untuk memilih waktu belajar dan mengirim tugas. Sehingga guru dapat mengunduh materi dan mengirim tugas cukup ketika ia menemukan sinyal internet.

Bersama Mr, Yuji Otsuka

Saya berharap program pengiriman guru untuk belajar di luar negeri terus berlanjut khususnya bagi guru-guru di daerah 3T. Tidak hanya sekedar infrastruktur yang kami butuhkan disini, namun dukungan pemerintah dalam meningkatkan kompetensi guru jauh lebih penting dan berguna dalam membantu anak-anak di perbatasan meraih cita-citanya.

Puisi

SISAKAN SATU

Oleh : Zazuli Zamzam

 

Terpatungku di teras Recsam

Memandang Bukit Bendera menyangga awan

Kerlipan lampu adalah tanda

Bahwa hidup masih berlama

Bahwa tujuan belum teraih

Bahwa langkah belumlah usai

 

Kicau burung malam sontak terhening

Tertindih sunyi sedalam senyap

Menyimpan bara semarah lahar

Menggertak semangat agar berlari…

menggelepar …

 

Masih adakah kelopak matamu?

Harusnya tidak!

 

Sebab

Telah terlambung kita di atas batas

Hingga khatulustiwa sekedar ingatan

Adakah hari untuk kembali?

 

Kita,

Pergi bersama angan

Pulang memikul amanat

Kibarkan merah putih …

 

di singgasana PISA

di kerajaan TIMSS

 

Sahabat,

Buanglah semua rindu

Lemparkan segala cinta

Namun sisakan satu

untuk Bumi Pertiwi.

 

Pulau Pinang, 16 Maret 2019

 

 

 

Puisi Narasi Tentang Kita

Oleh : Zazuli Zamzam

 

Sahabat,

aku gagal menemukan rumus yang menjelaskan tentangmu. Kau bukanlah alpha dan omega. Kau pun bukan gamma apalagi beta. Mungkinkah absis dan ordinat?

 

Tiada di deret ukur dan hampa di deret hitung. Tak dapat kucari dengan FPB dan KPK. Tidak pula dengan phytagoras. STEM dan HOTs pun bukanlah tandinganmu.

 

Sahabat,

engkau lebih dari jengkal dan hasta. Lebih dari kuadrat dan kubik. Tiada bangun ruang yang setara denganmu, apalagi titik, garis, dan kurva. Ingin kugambar engkau sebagai persegi, lingkaran, belah ketupat dan layang-layang, namun engkau tidak sama dengan itu.

 

Sahabat,

munginkah engkau adalah phi? Ataukah engkau sepuluh per tiga?

 

Bukan.

 

Engkau adalah sahabat. Yang tidak diikat dengan tali, tapi diinduksi oleh rasa dan dipetakan oleh tujuan. Denganmu hadirlah kita.

 

Tanpamu, kita hanyalah kami. Tanpamu, kami hanyalah aku. Tanpamu, aku hanyalah nol.

 

 

Negeri Penang, 17 Maret 2019.

Dipersembahkan untuk PPPPTK Matematika dan Tim Guru Indonesia ke Malaysia dan Korea Selatan 2019.

 

 

 

 

 

Kau Pun Tidak Mengenalku

Oleh : Zazuli Zamzam

 

Bukan sekedar ya

Bukan hanya tidak

 

Keheningan tanpamu lebih dari penjara

Keramaian tanpamu lebih dari panasnya Negeri Penang di bulan Maret

 

Tertatih langkahku

Mendaki tingginya ilmu

Lelah?

Hampir saja.

 

Telah rontok bulu sayapku

Telah berdarah jemariku

Telah patah tulangku

Telah habis suaraku

 

Tak kuasa memanggilmu

Meskipun kumau

 

Jika mereka tak ada…

Tergelincirlah aku ke titik terdalam…

 

Yang jika pun kau ada

Kau pun tidak mengenalku

 

 

 

 

 

KUDENGAR KALIAN MERINDUKANKU

Oleh : Zazuli Zamzam

 

Kudengar kalian merindukanku…

 

Benarkah?

Aku yang selalu memaksa

Aku yang terus mendikte

 

Kudengar kalian merindukanku …

 

Layakkah?

Kupaksa kalian berlari meskipun kutahu berjalan pun kalian tak mampu.

 

Kudengar kalian merindukanku…

 

Pantaskah?

Aku paksa kalian bernyanyi, meskipun kutahu berbicara pun kalian tak mampu.

 

Kudengar kalian merindukanku…

 

Benarkah begitu?

Muridku….

Aku terharu.

 

Mengapa Harus ke Malaysia?

Oleh : Zazuli Zamzam, S.Pd.SD

SD Negeri 1 Kelapa, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung

Lingkaran bulan kuning tersenyum di langit Pulau Pinang. Sinarnya berlomba dengan lampu listrik Komplek SEAMEO RECSAM. Tak mampu. Tenaganya seperti hilang. Sungguh berbeda dengan purnama di kampung saya, Desa Mancung, tempat  dilahirkan, dibesarkan, dan mungkin dikebumikan. Sebuah desa kecil di pelosok Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bagi kami purnama masih berarti. Tenaga purnama jelas kentara mengalahkan empat lampu penerangan jalan yang dipasang dengan jarak teratur agar jalan desa sepanjang dua kilometer terang benderang. Tak mampu. Itu pun kalau listrik tidak padam. Kalau padam?

Kontras dengan purnama di Pulau Pinang, Negeri Penang, Malaysia. Di sini mungkin orang telah melupakan bahwa ada bulan beredar di angkasa raya. Bahwa bulan diciptakan Tuhan untuk menghalau gelapnya malam. Bahwa bulan merupakan satu-satunya satelit bumi. Bahwa bulan dijadikan dasar perhitungan kalender Hijriyah, Jawa, dan China. Penduduk tidak sempat lagi melihat ke langit, sebab sinarnya pun telah gagal menghasilkan bayangan.

Hampir tidak ada bedanya antara siang dengan malam di sini. Kerajaan pun tidak perlu memikirkan keterbatasan suplai listrik. Fenomena “mati lampu” yang kerap terjadi di kampung saya dan mungkin juga terjadi di banyak tempat di Indonesia merupakan kejadian yang amat langka dan mencengangkan di Pulau Pinang. Bahkan saking rutinnya di Indonesia, fenomena “mati lampu” pernah dijadikan rekan guru alumni short course Pembuatan Soal HOTs SD Berbasis USBN, TIMSS, dan PISA di PPPPTK Matematika sebagai stimulus soal HOTs yang berkaitan dengan KPK. Ada-ada saja. Sekilas bagai sebuah humor parodi, namun itulah gambaran faktual yang terjadi di negeri kita tercinta. Bagaimanapun, Indonesia adalah negeri yang sangat layak untuk dicintai. Negara besar yang telah mengirim kami (1.000-an guru) ke luar negeri. Terimakasih Indonesia.

Dari balkon tingkat tiga International House SEAMEO RECSAM kulihat bulan. Purnama. Bertepatan dengan malam kedua belas kami berada di Malaysia. Terlintas di benak saya alunan merdu lagu Semalam di Malaysia yang meledak bersama filmnya di era 70-an. Sekarang pun lagu itu masih tidak lekang dimakan zaman. Saiful Bahri bukan sekedar pencipta lagu, tapi seorang komponis. Tidak semua pencipta lagu merupakan komponis. Lagu Semalam di Malaysia telah melambungkan namanya. Pun melambungkan grup band D’Lloyd. Juga film Semalam di Malaysia meraih penghargaan Festival Film Indonesia 1976 untuk kategori sutradara terbaik (Nico Pelamonia) dan pemeran utama wanita terbaik (Rima Melati).

Terlepas dari pro kontra tentang kenasionalismeannya, Saiful Bahri yang lahir di Sumatera memang seorang komponis. Dia berkontribusi dalam proses penggubahan lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku. Dulu, Malaysia tidak lebih maju dari Indonesia. Untuk kepentingan lagu kebangsaannya pun perlu “bantuan” putra Indonesia. Sekarang?

Sekarang justru kami berada di Malaysia. Menjemput ilmu dan pengetahuan untuk menghadapi revolusi industri 4,0. Mengapa harus ke Malaysia? Telah begitu majukah pendidikan Malaysia dibanding kita? Dari segi ketertiban masyarakat, mungkin ya. Dari segi pendapatan per kapita, ya. Dari segi frekuensi terjadinya fenomena “mati lampu”, ya. Dari segi pendidikan, belum tentu. Berdasarkan peringkat Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA) Malaysia tidak sehebat program pariwisatanya.. Bahkan dalam laporan resmi PISA tahun 2015 kita tidak menemukan nama Malaysia di dalamnya. TIMSS 2015 pun sama, sampai rabun pun mata, tetap nama Malaysia tidak ditemukan dalam daftar rangking TIMSS 2015.  Mengapa tidak dikirim saja ke Singapura yang peringkat TIMSS dan PISA-nya berada di level atas?

Kami memang dikirim ke Malaysia, namun kami tidak berguru pada lembaga pendidikan di bawah otoritas penuh Kerajaan Malaysia. Kami ditempatkan di South East Asian Ministers of Education Organization-Regional Centre for Science and Mathematics (SEAMEO-RECSAM) yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti “Pusat Sains dan Matematika Regional milik Organisasi Menteri-menteri Pendidikan Asia Tenggara. SEAMEO-RECSAM berdiri 1967, tidak berselang lama dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok yang menjadi tonggak berdirinya ASEAN. Saya menganggap bahwa SEAMEO-RECSAM merupakan perwujudan kerjasama negara-negara ASEAN di bidang pendidikan. Buktinya di depan markas besar SEAMEO RECSAM berkibar bendera sepuluh negara anggota ASEAN. Berbeda dengan Institut Pendidikan Guru (IPG) Kampus Pulau Pinang yang bertetangga dekat dengan SEAMEO-RECSAM. Di depan IPG hanya berkibar dua bendera, bendera Negeri Penang dan bendera Kerajaan Malaysia Bersatu.

SEAMEO RECSAM memang layak disebut lembaga pendidikan dan pelatihan level internasional. Shortcourse Enhancing Primary Mathematics in STEM Environment yang kami ikuti telah dirancang secara sistematis, sehingga meskipun bahasa pengantarnya Malaysian English berlogat China, Thailand, Jepang, dan India namun kami mampu menyerap materi dan menyelesaikan tugas-tugas kediklatan tepat waktu dan sempurna. Kami dikenalkan dengan berbagai strategi, pendekatan, dan metode terkait Science Technology Engineering Mathematics (STEM) mulai dari Iquiry Basic Learning sampai dengan Heuristic, mulai dari yang bersifat teoritis sampai dengan praktik. Lengkap, tidak satu pun terlewat.

Kegiatan kami selintas memang seperti main-main. Saya contohkan satu, pembuatan prototipe dome paling efisien. Disediakan banyak sekali bahan mulai dari lidi, stik, kertas, gunting dan stapler sampai dengan tiga jenis lem. Bahan apa pun boleh digunakan asal memenuhi ketentuan bahwa tinggi prototipe dome harus lebih dari 30 cm. Setiap kelompok harus mempresentasikan hasil kerjanya dengan memaparkan beberapa kelebihan prototipe yang telah dibuat.

Memang seperti main-main, tapi itu adalah praktik dari Problem Based Learning yang bermuatan STEM. Berlatar satu masalah yang hanya dapat diselesaikan dengan melibatkan STEM. Luar biasa. Gambaran tentang STEM yang dulu masih abu-abu dan kabur, sekarang menjadi jelas dan berwarna. Warna yang juga tergambar dari latar belakang kami, 26 dari 1000-an guru dan tenaga kependidikan yang dikirim ke luar negeri.

Dari Widyaiswara PPPPTK Matematika ada Pak Agus Suharjana, Pak Sigit Tri Guntoro, dan Ibu Arfianti Lababa. Selain mengikuti seluruh proses kediklatan di sini mereka bertiga tentu saja merupakan kepanjangan tangan PPPPTK Matematika yang tugasnya memantau, mengarahkan, dan mengontrol kami agar tidak keluar dari pakem-pakem yang telah disepakati sebelumnya. Ibu Lababa bertugas di bidang souvenir, baik yang dibawa dari Indonesia maupun yang akan dibawa ke Indonesia. Beliaulah yang memilah-milah souvenir agar cocok dengan orang yang diberikan. Tentu sangat tidak pas kalau yang laki-laki diberi kalung mutiara dari Lombok misalnya.

Pak Agus punya keahlian di bidang filsafat. Hampir setiap pagi sebelum kegiatan dilaksanakan beliau merilis satu filosofi. Bagi Pak Agus semua bidang dan persoalan ada filosofinya, termasuk matematika. Ada filosofi bilangan negatif, ada filosofi perkalian dasar, ada filosofi bangun ruang, dan ada juga filosofi lima jari. Jika Pak Agus diberi kesempatan berfilsafat setiap hari satu kali maka waktu seribu tahun pun belum cukup untuk menghabiskan seluruh filsafat yang telah dikuasai Pak Agus.

Pak Sigit keahliannya di bidang humor. Pernah suatu kali Pak Sigit bertanya, “mengapa ya guru-guru kita banyak terkena penyakit kulit?”

“Penyakit kulit apa, Pak?” tanya balik Pak Agus.

“Itu lho… iritasi. Irit…asi.” Semua yang mendengar langsung tertawa. Kami sadar bahwa semua kami terkena penyakit itu. Selama di sini konsumsi memang disediakan SEAMEO RECSAM, kecuali makan malam. Jatah makan malam diganti dengan uang RM10. Nah, saat membeli makan malam itulah penyakit “iritasi” mewabah. Semua orang berupaya membeli makanan sebanyak-banyaknya namun harus kurang dari RM10. Saking iritnya, bahkan ada kawan yang rela tidak makan malam. Hehehe…

Menurut Pak Agus irit justru dianjurkan, sebab irit menandakan bahwa yang bersangkutan telah menguasai matematika. Irit berarti perhitungannya matang. Beda dengan kikir. Kikir diperbolehkan oleh matematika namun dilarang oleh agama.

Dalam jajaran guru SMP ada Pak Muhammad Suhadak dari Kabupaten Biak, Papua. Beliau mengaku sebagai putra asli Papua, namun lahir di Jawa. Kok bisa? Pak Suhadak diangkat secara aklamasi menjadi ketua kelas (the monitor) bukan karena paling tua, tapi karena penghargaan atas dedikasi dan loyalitasnya sebagai guru yang sejak diangkat bertekad untuk mengabdi di Tanah Papua, provinsi paling timur Indonesia. Untuk sampai ke Jakarta saja harus dua kali transit. Beliaulah yang paling banyak menghabiskan uang negara dalam program ini. Hitung saja berapa tiketnya pulang pergi, hehehe…

Berikutnya ada Pak M. Amiri yang mengaku sebagai guru yang paling ditakuti di grup ini. Kami terkejut mengingat posturnya tidak mencerminkan semua itu. Tidak ada rumus manapun yang berkorelasi dengan pendapat itu kecuali satu hal bahwa beliau berasal dari Kabupaten “Seram” Bagian Timur, Maluku. Beliau juga seorang guru matematika yang sangat matematis. Saking matematisnya beliau pernah mengingatkan isterinya yang berat badannya terus bertambah. Saat itu berat badan isterinya 78 kg. Katanya, “Sayang, jika berat badanmu bertambah 2 kg lagi, maka akan saya tukar dengan yang 40 kg, biar dapat dua.”

Hahaha…. Pak Taufik Novantoro yang merupakan kontingen dari Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah langsung terbahak mendengar guyonan Pak Amiri. Sungguh lucu. Pak Taufik yang “Sukamara” pun terbahak. Pak Taufik adalah guru yang banyak berkiprah di kampungnya, tidak hanya di bidang pendidikan, namun hampir semua bidang termasuk bidang perkebunan, peternakan, dan bahkan membantu urusan nikah-cerai. Namun beliau dikirim ke sini bukan karena hal itu, tapi karena namanya mirip dengan Acting Director SEAMEO RECSAM Mr. Taufek Muhammad. Begitu katanya.

Dari Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan muncul nama Pak Hadi Purwandi yang pernah ke Australia untuk melakukan studi banding tentang Pendidikan Luar Sekolah. Bersama istrinya beliau membuka lembaga kursus berbiaya murah bagi anak SD dan SMP di daerahnya. Posturnya lebih mirip ustadz dibanding guru matematika. Bahkan saking low profile-nya ada kawan yang berkomentar bahwa kaki kanan Pak Hadi sudah berada di surga, tapi kiki kirinya …? Ada-ada saja, hehehe…

Ada Pak Gunanto dari Lampung yang sekilas posturnya tampak gagah dan serius menggambarkan prototipe guru matematika yang banyak diceritakan dalam novel remaja era Dilan 91. Ternyata Pak Gunanto tidak seperti itu. Komentar-komentar lucu namun berisi sering terlontar darinya. Serius tapi santai atau kebalikannya.

Pak Tundung Memolo dari Jawa Tengah memiliki nama yang unik. Kata kawan yang paham bahasa Jawa kita tidak boleh memanggil namanya dengan Pak Tundung atau Pak Memolo. Harus Lengkap, Pak Tundung Memolo. Yang paham bahasa Jawa pasti langsung tersenyum dan yang tidak paham, ya bertanyalah pada orang yang paham. Hehehe …

Guru SMP dari barisan emak-emak antara lain Ibu Masrita Gani (Sulawesi Selatan), Ibu Arlina (Sulawesi Selatan), Ibu Ida Maryamah (Banten), dan Ibu Laila Wulandari (Jawa Tengah). Tidak banyak yang dapat diceritakan tentang mereka berempat, bukan karena tidak pernah berkomunikasi dan berkolaborasi ataupun ketiadaan informasi namun karena mereka bukan muhrim, hehehe… Tapi tak apalah, sedikit saja.

Tahukah berapa jenis huruf yang ada dalam microsoft office 2010? Banyak yang tidak tahu, begitu pun Ibu Laila, namun tulisan tangannya lebih indah dari microsoft office.  Hebatnya lagi, beliau dapat meniru seluruh bentuk hurufnya mulai dari calibri dan cambria sampai dengan yu mincho light. Tidak percaya? Berarti belum kenal dengan Bu Lalila, eh, Laila. Beda dengan Ibu Laila yang cenderung pendiam, Ibu Ida terkenal dengan alunan lembut suaranya yang mirip dalam sinetron Tukang Ojek Pengkolan, bahkan saking lembut alunannya justru yang terdengar adalah semacam kesengauan level tinggi. Setiap kata hampir mirip dengan tangisan. Meskipun begitu, beliau adalah juruhubung dengan pedagang souvenir di pasar Georgetown, Pulau Pinang sehingga untuk membeli souvenir bagi kerabat di tanah air kami cukup pesan ke Ibu Ida dan barangnya akan diantar pedagang langsung ke asrama. Terimakasih Ibu Ida.

Ibu Masrita dan Ibu Arlina memiliki keunikan tersendiri. Saat berbicara dalam bahasa Indonesia mereka tidak dapat menghilangkan logat daerah asalanya. Tapi, saat berbahasa Inggris dalam ruang kelas, semua logat daerah itu hilang entah kemana, yang ada hanya American English. Fasih. Aneh, kan?

Itu guru SMP dan ini guru SD. Jumlahnya 13 orang. Tiga di antaranya adalah puan (puan merupakan panggilan bagi perempuan yang sudah menikah di Malaysia) yang masing-masing punya kelebihan. Cahaya mata ketiganya memancarkan sinar kecerdasan yang tergambar dalam kinerja yang cepat dan tidak cengeng. Kekuatan fisiknya hampir tak berbeda dengan kami yang lelaki. Ada Ibu Ernawati Setyo Nugraheni dari Jawa Tengah dan Ibu Theresia Sri Rahayu dari Nusa Tenggara Timur yang bahasa Inggrisnya sefasih Ratu Elisabeth. Jika hanya mendengar suaranya saja maka kita tidak yakin kalau mereka orang Indonesia. Juga tidak percaya? Tak apa, tidak ada paksaan bagi siapapun untuk mempercayai hal itu, namun kami semua mengakuinya.

Lain lagi dengan Ibu Jamila K. Baderan dari Gorontalo yang saat di kelas sering diam dan tampak kalem. Tidak diketahui, beliau memang pendiam atau lagi mengantuk. Punya bakat besar di bidang puisi. Bersama Pak Hardani dari Jawa Timur mereka merencanakan akan menerbitkan buku antologi puisi yang diberi judul Puisi Matematis. Jadi, setelah menyelesaikan tugas jurnal belajar harian, mereka masing-masing membuat lima puisi sehingga kuota 100 puisi yang disarankan Pak Mahrani dari Pontianak terpenuhi. Ibu Jamila dan Pak Hardani memiliki karakter yang hampir mirip. Jarang bicara, namun sering senyum. Apa memang begitukah style para pujangga?

Nama lengkapnya Mahrani, M.Pd. Masih Perlu Duit, begitu katanya. Sebelum bertemu orangnya, banyak yang menyangka Mahrani seorang perempuan, padahal lelaki tulen. Jika kita sempat membuka laman ISBN Perpustakaan Nasional maka kita akan menemukan bahwa nama Pak Mahrani sudah lama bertaburan di dalamnya sebagai pengarang dan editor buku. Keterampilannya menulis tidak perlu diragukan lagi, dia punggawa di Forum Indonesia Menulis. Di tahun 2017 saja dia berhasil mencetak 7 buku yang beberapa di antaranya menjadi best seller hingga menghasilkan uang ratusan juta rupiah. Keren.

Di International House SEAMO RECSAM Pak Mahrani menempati kamar yang sama dengan Pak Dana Sundana dari Kepulauan Riau. Mereka sudah saling kenal sebelumnya. Pak Dana seorang guru aktif yang sering mengikuti kegiatan di PPPPTK Matematika dan kegiatan lain berskala nasional. Di sana lah mereka bertemu dan jadi akrab.

Masih seprovinsi dengan Pak Mahrani namun beda tempat tugas, Pak Nurlyanto. Jika Pak Mahrani bertugas di ibukota provinsi, maka Pak Nurlyaanto bertugas di pelosok terdalam Kalimantan yang terbebas dari listrik dan sinyal 4G. Pada saat diadakan wawancara videocall dari PPPPTK Matematika beliau perlu waktu 3 jam untuk mencari tempat yang ada sinyalnya. Beliau merupakan guru termuda dalam rombongan kami, namun prestasinya melebihi usianya. Dalam blog pribadinya kita dapat melihat bahwa beliau memang sangat layak menyandang gelar “guru hebat”.

Hebatnya lagi grup ini, setiap orang pasti telah kenal beberapa orang sebelumnya. Sebagai contoh, Pak Sigit sudah akrab dengan Pak Agus dan Ibu Lababa jauh sebelum kegiatan ini diadakan. Tentunya Pak Agus pun sudah akrab juga dengan Pak Sigit dan Ibu Lababa. Kalau tidak, tentu aneh, sebab mereka bertiga WI PPPPTK Matematika, hehehe…

Contoh ril lainnya, Pak Amiri sudah kenal Ibu Ida sebelumnya, bukan sebagai pacar, tapi sebagai sesama peserta dalam kegiatan PPPPTK Matematika (hindari suudzon). Saya juga telah kenal beberapa orang sebelumnya yaitu Pak Sigit, Pak Dana, dan Pak Yasri. Tentu saja bukan sebagai pacar.

Pak Yasri Nur Bakhtiar dari Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara memiliki ciri khas selama di Malaysia. Saban sore selepas kegiatan kediklatan beliau langsung menuju fitness centre. Hebat lho, SEAMEO RECSAM punya fitness centre. Meskipun tiap sore berlatih, namun tidak ada perubahan berarti pada struktur otot Pak Yasri. Rupanya ada tiga hal yang membuat beliau betah di fitness centre, salah satunya karena di sana ada mesin cucinya, hehehe… Dua alasan lainnnya tidak perlu diceritakan.

Guru hebat lainnya adalah Pak Anang Susanto dari DI Yogyakarta. Jabatannya di grup ini adalah sekretaris bersama Pak Amiri. Tugas mereka adalah mengumpulkan dan mengedit resume harian yang dikirim teman-teman setiap hari, kemudian disusun menjadi Laporan Kelompok. Itu merupakan hal gampang bagi Pak Anang. “No problem,” begitu katanya, “it’s soo easy”. Bahasa Inggrisnya memang fasih, bahkan yang paling fasih di antara kami. Saking fasihnya sampai-sampai Pak Anang tidak dapat lagi melafalkan huruf “r” dengan benar dalam bahasa Indonesia dan Jawa.

Di sini Pak Anang satu kamar dengan Pak Praja Mulyantoro yang juga dari DI Yogyakarta. Hobinya bermain bulutangkis. Hampir semua pembicaraannya dikaitkan dengan bulutangkis. Beliau mengaku pernah menjadi juara bulutangkis di tingkat nasional. (Pasti bukan PON apalagi Asian Games, mungkin dalam rangka HUT KORPRI, HUT PGRI, HUT IGI, dan perayaan HUT lainnya, hehehe…). Saking hobinya dengan bulutangkis, saat Pak Praja berhasil mengajak turis Eropa berfoto dalam suatu kegiatan outdoor study kami, foto itu buru-buru di-share ke grup WA dengan caption “Ganda Campuran Indonesia-Belgia”. Apa hubungannya ya?

Pak Praja bertetangga kamar dengan Pak Samsul Fahrozi dari Nusa Tenggara Barat, Duta Rumah Belajar Kemdikbud. Guru yang satu ini memang agennya Kemdikbud. Hampir semua bajunya bermerk “kemdikbud”. Jangan-jangan hp dan laptopnya pun bermerk kemdikbud. Hehehe … Kemanapun pergi, Pak Fahrozi pasti membawa tripodnya. Tujuannya bukan untuk gaya-gayaan, tapi memang diperlukan dalam kegiatan ini. Setiap kegiatan harus kami dokumentasikan dalam bentuk tulisan, foto, dan video. Bersama Pak Yasri beliau bertugas sebagai jurufoto dan juruvideo. Gara-gara tugas itu kemana pun kami pergi merekalah yang tampak selalu kerepotan karena menenteng kamera dan tripod.

Saya sekamar dengan Pak Alphian Sahruddin dari Kota Makassar, Sulawei Selatan. Meskipun sekamar namun kami hidup di dua alam berbeda. Beliau harus makan pagi (bila tak makan badannya gemetar), saya tidak. Saya harus makan malam (kalau tidak makan lapar), namun beliau tidak. Saya tidur larut malam, beliau tidak. Dia suka di dalam kamar, saya tidak. Dia suka menulis, saya tidak. Setiap malam, jika tugas kediklatan telah selesai, beliau segera beraksi. Rencananya beliau akan menerbitkan satu buku yang berkisah tentang kegiatan selama di Malaysia. Judulnya kira-kira “Riwayat 21 Hari”. Saiful Bahri saja kalah. Saiful Bahri hanya berani “Semalam di Malaysia”, Pak Alphian malah 21 hari. Memang beliau telah banyak merilis buku sebelum ini yang semuanya terkait dengan pendidikan.

Besok kami akan menuju ke Sekolah Kebangsaan Bukit Lanchang (setingkat SD) dan Sekolah Menengah Kebangsaan Bukit Lanchang (setingkat SMP dan SMA) guna melaksanakan school try out  (praktik mengajar) yang berbasis STEM. Kami terbagi menjadi 6 kelompok. Tiga kelompok guru SD dan tiga kelompok guru SMP. Dari jajaran guru SMP yang akan tampil adalah Pak Gunanto, Pak Tundung Memolo dan Pak Amiri. Sementara guru SD “dibebankan” kepada Pak Anang, Pak Samsul, dan Ibu Erna. Guru yang lain bertindak sebagai crew jika kelompoknya tampil dan sebagai observer saat kelompok lain yang berpraktik.

Hebat. Tanpa observasi sebelumnya (bahkan observasi tidak diperbolehkan fasilitator), tanpa mengenal medan, dan bahkan lokasinya pun belum diketahui Tim Indonesia akan praktik di negeri orang. Benar-benar pemberani. Suatu peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apakah kami ragu? Tidak. Kami bukan hanya percaya, namun sudah yakin,  bahwa school try out akan berjalan lancar dan sukses. Kami adalah guru yang dikirim PPPPTK Matematika, dan PPPPTK Matematika tidak sekedar tunjuk dan pilih dengan strategi “tebak buah manggis”, namun ada beberapa kriteria penting yang harus terpenuhi kemudian dibuat perangkingan. Bukan seleksi “kaleng-kaleng” (meminjam istilah Maell Lee).

Seperti yang ditulis Pak Mahrani dalam puisi narasinya yang menyentuh bahwa “mereka bukan tanpa bekal sebelumnya” mengindikasikan bahwa tim ini tidak beranggotakan “anak kemarin sore”. Saya sependapat dengan Pak Mahrani bahwa tim ini memang terdiri dari orang-orang hebat yang dipilih oleh lembaga hebat. Bergabung dalam tim ini merupakan anugerah yang sangat layak untuk disyukuri. Banyak cerita dan kisah tentang “kesaktian” anggota tim ini yang jika saya tuliskan semuanya maka akan menghasilkan buku yang jauh lebih tebal dari triloginya Laskar Pelangi.

Saya sangat bersyukur telah tergabung dalam tim ini. Banyak hal penting yang telah saya pelajari yang tak dapat dilukiskan dengan sekedar kata-kata. Terimakasih.

International House SEAMEO RECSAM,  21 Maret 2019

Estimati Akar Pangkat 3 dengan Iterasi

 

Digital Learning

Oleh: Nurlyanto, S.Pd (Guru SDN 4 Sungai Mali, Sintang – Kalbar)

Pada saat ini teknologi dapat ditemukan dimana saja bahkan setiap saat manusia menggunakan teknologi, termasuk aktivitas membaca artikel di website yang seperti anda lakukan saat ini. Berbagai inovasi dalam bidang teknologi dapat lahir kapan saja, selain itu inovasi yang sudah ada sebelumnya pun tidak berhenti melakukan pengembangan.

Manfaat dari perkembangan teknologi dapat dirasakan hampir di segala bidang tak terkecuali bidang pendidikan. Berbagai macam aplikasi diciptakan dalam rangka memudahkan guru baik untuk membantu menyelesaikan pekerjaan administrasi maupun khusus digunakan dalam meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Perkembangan teknologi menuntut guru untuk mampu segera mungkin menyesuaikan diri dan mengingkatkan kemampuanya dalam penguasaan teknologi khususnya untuk keperluan pembelajaran.

Sumber: https://www.facultyfocus.com

Banyak orang mengatakan bahwa suatu saat teknologi akan menggantikan posisi guru, alasannya adalah saat ini hampir semua siswa dapat mencari informasi apapun melalui internet, mereka dapat pula mengakses apa saja yang ingin mereka pelajari cukup dengan mengakses YouTube. Namun, apakah sesederhana itu peran guru di kelas dapat tergantikan oleh teknologi?

Guru sangat penting untuk menguasai teknologi terkini, dengan menguasai teknologi guru dapat membimbing siswa untuk menggunakan teknologi dengan baik dan memanfaatkanya dalam kegiatan pembelajaran. Tanpa pengawasan dan bimbingan dari guru siswa akan kehilangan arah dalam menggunakan teknologi yang ada dalam genggaman mereka. Sehingga walaupun mereka dapat menggunakan teknologi, mereka hanya akan memanfaatkanya untuk bermain game online dan menonton video yang tidak bermanfaat.

Sangat mudah bagi guru untuk dapat memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran. Saat ini banyak sekali aplikasi yang menunjang pelaksanaan pembelajaran digital (Digital Learning), mulai dari aplikasi untuk keperluan survei, poling, game edukasi, asesmen, hingga kelas digital berupa Learning Management Sistem (LMS) dapat dengan mudah digunakan bahkan dapat diunduh di Google Playstore.

Alhamdulillah, kegiatan course di SEAMEO RECSAM hari ini kami belajar mengenai pemanfaatan LMS dalam kegiatan pembelajaran. Mr. Liman Anthony memberikan materi mengenai pemanfaatan EDMODO dan Google Classroom dalam kegiatan pembelajaran. Kedua LMS tersebut dapat dengan mudah digunakan oleh guru, cukup dengan memiliki akun email guru dapat menggunakannya secara gratis.

Selain Edmodo dan Google Classroom masih banyak LMS lain yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran digital diantaranya Moodle dan Schoology. Guru dapat memilih menggunakan yang mana saja sesuai selera dan kebutuhan dalam pembelajran. Banyak manfaat dan kemudahan yang didapatkan guru dengan menggunakan LMS untuk melaksanakan digital learning, antara lain dapat menghemat waktu, meningkakan komunikasi dan kerjasama antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa, memudahkan dalam menyimpan data, dapat saling berbagi sumber dengan cepat, serta membiasakan siswa menggunakan teknologi untuk hal yang bermanfaat dan masih banyak lagi manfaat lain dari digital learning.

Jadi, sudahkah anda melaksanakan Digital Learning? JIka belum, ini lah saatnya untuk mencoba menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.

Lalu bagaimana jika sekolah anda tidak mendukung karena minimnya fasilitas IT atau bahkan tidak terdapat listrik dan internet? Tidak ada salahnya bagi anda untuk belajar menggunakan berbagai aplikasi untuk pendidikan, selain untuk menambah wawasan dan mempersiapkan diri anda dapat berbagi pengetahuan kepada rekan-rekan anda.

Sahabat Negeriku

Oleh: Praja Mulyantoro dari SDN Kaliajir Berbah

Kusinggahi negerimu

Kunikmati lengkungan senyum ramahmu

Kukunjungi ruang-ruang kelasmu

Kita layaknya saudara, tanpa sekat, tanpa jarak

Menyeruput secangkir kopi hangat

berbagi tawa tentang cinta kepada anak-anak negeri

Kita merupa buku yang tak akan habis dibaca

Telaga cinta yang tak pernah dikunjungi kemarau

Anak-anak negeri mendekat, menatap mata kita

Mencatat peristiwa, menegaskan cita-cita

Kita sejatinya rahim segala harapan

Saat tawa bocah-bocah memecah hening di sudut-sudut sekolah

Tempat harapan merupa kuncup-kuncup bermekaran disiram suka cita

Kita tekun menempa mereka, tak letih menghadirkan bahagia

Kelak, singgahlah di negeriku

Engkau akan melihat tawa anak-anak negeri serupa surga

Senyum merdeka bocah-bocah desa

Berjalan tegak menuju Indonesia jaya

Indonesia – Malaysia

Dua negeri bersahabat

Erat…

Hangat…

Tanpa sekat

Terima kasih, aku pernah singgah di Malaysia

SEAMEO RECSAM, 27 Maret 2019

C:\Users\Intel\AppData\Local\Packages\Microsoft.MicrosoftEdge_8wekyb3d8bbwe\TempState\Downloads\foto p4tk (1).jpg

Lanjutan Perjalanan Hari ke-2

Oleh: Mahrani

Letih badan ini berimbas pada mata yang tidak dapat diajak kompromi. Ingin sekali jari jemari ini mensortir dokumentasi yang membuat memory android ini penuh, namun apa daya mata memang penuh misteri.

Malam itu terlewatkan dengan begitu saja. Detak jam semakin lama semakin menjauh dari telinga.

 Aku terbangun satu jam sebelum adzan subuh berkumandang. Kulihat sahabatku sudah mulai melakukan aktivitas di kamar mandi, terpaksa aku harus menunggu antrian sambil menyaksikan film spiderman kesayangan.

Giliran untuk mandi kini menghampiriku, tak kusia-siakan waktu itu karena harus segera menunaikan kewajiban dan segera turun ke lobby untuk mengisi energi bersama peserta lainnya.

 Waktu menunjukkan pukul 07.50 waktu Kuala Lumpur. Tanda kami harus segera check-out dan menuju bus yang akan membawa kami hingga tengah malam nanti. Senyum manis dan ucapan “Selamat pagi bapak/ibu” dari sang tour guide dan sopir menyambut kami di depan pintu masuk kuda besi ini. Tepat 08.00 rodanya mulai berputar menghantarkan kami menjelajahi negeri ini kembali. Kuberharap semoga tidak ada lagi kejadian sebagaimana hari kemaren yang membuat sang roda kuda besi ini tertahan untuk beberapa saat.

 Canda tawa terdengar menggema disepanjang perjalanan dipagi ini. Kelakar dan guyonan khas Pak Sigit yang cerdas namun menggelitik.

 Rute pertama yang kami tempuh adalah jalur menuju Batu Cave yang  merupakan tempat ibadah ummat Hundu. Goa yang terbuat dari batu kapur dengan 272 anak tangga dibawahnya. Tentu perlu tenaga ekstra untuk mencapai puncak destinasinya.

Perjalanan pagi ini sempat terhenti pada pukul 08.17 di sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum milik Petronas. Sang kuda besi harus diisi solar agar mesinnya terus dapat bekerja demi memberikan kenyamanan kepada kami hingga tengah malam nanti.

 Perjalanan ke Batu Caves akhirnya sampai ke perhentiannya. Para peserta pemburu foto tak lupa mengabadikan moment berharganya. Kupikir jika hanya sebatas pada lapangan luas dengan kuil disekelilingnya serta latar belakang patung hindu raksasa, rasanya belumlah cukup untuk mengobati rasa penasaranku untuk mencapai tempat tertinggi di ujung sana.

Kulangkahkan kaki ini menaiki satu persatu anak tangga penuh akan warna itu dengan cucuran keringat dan keyakinan bahwa aku dapat menaklukannya. Yessss…. anak tangga ke 272 tersebut akhirnya sukses kulewati.

 Tak perlu waktu lama untuk mengeksplorasi Goa Kapur di ujung sana. Aku mulai memutar haluan untuk kembali menyusuri anak tangga. Tantangan yang nyatapun dimulai.

Jantungku berdegup kencang. Aku yang sebenarnya sedikit trauma dengan ketinggian,harus memberanikan diri menyusuri tepian pagar pembatas agar tangan ini kuat mencengkram mengurangi gaya gravitasi agar badanku tidak menggelinding ke bawah.

 Langkah kakiku kuayunkan secara perlahan, sesekali melihat lalu lalang para pengunjung dan ummat hindu yang berseliweran, namun tak pernah sekalipun menatap anak tangga terbawah ataupun lapangan luas yang tadi menyambut kedatangan kami. Karena bisa kupastikan, lututku akan langsung bergetar…keringat dingin bercucuran karena ketakutan….bahkan hal memalukan mungkin bisa akan terjadi jika kupaksakan hal itu kulakukan. Tanganku tak kulepaskan dari pembatas anak tangga itu.

 Hingga akhir petualanganku, cengkraman itu masih kuat membayangi ingatanku.

Waktu telah menunjukkan pukul 09.31, sang roda kuda besi mulai meninggalkan goa kapur dan menuju Putra Jaya.

  Perjalanan kali ini ternyata lengang, tak terasa pukul 10.15 sampai juga di tol mex putra jaya. Bus yang kami tumpangi harus membayar biaya 173.45RM sebagai ongkos tolnya. 10 menit kemudian Bispun singgah diperhentiannya, tepat di depan Putra International Convention Center. Sebuah kawasan perkantoran pemerintah yang asri, indah dan menyejukkan mata dengan hamparan danau buatan di depannya. Kali ini mata seolah-olah tak mau berpaling dari tatapan tajam betapa luar biasanya karya fenomenal Sang Perdana Menteri ke-IV Malaysia yang saat ini terpilih kembali untuk memimpin negeri.

Pukul 10.52 roda bus kembali berputar, menghantarkan kami ke tempat menjamu selera. Memanjakan lidah khas Indonesia.

 Perut terasa kenyang, perjalanan kami lanjutkan menuju Gedung Perdana Menteri Malaysia yang megah nan perkasa. Bak ingin menegaskan bahwa mereka membangun negeri ini untuk kejayaan hingga anak cucu mereka kelak. Panas terik matahari yang membakar kulit tak dihiraukan siang ini, cucuran keringat yang membasahi tubuh juga tidak terlalu menjadi perhatian demi mengabadikan moment langka yang tidak dapat setiap saat kami dapatkan.

 Hampir satu jam mengeksplorasi kawasan perkantoran Perdana Menteri Malaysia beserta masjid ikoniknya, perjalanan terakhir kami mengarah ke Botanical Garden Putra Jaya untuk memanjakan mata selama satu jam ke depan. Hutan asri yang dikelola dengan begitu baiknya,memanjakan mata siapapun yang berkunjung ke tempat itu. Namun meskipun demikian,keindahan itu tidak sebanding dengan keindahan hutan di Indonesia yang bagaikan surga dunia.

 Detak jam sudah berada tepat menunjukkan pukul 14.05, roda sang kuda besi yang senantiasa setia menemani perjalanan kami mulai berputar, menggelinding jauh menuju Kota Pulau Penang dengan jarak 450 kilometer. Perjalanan panjang yang akan ditempuh untuk 5 jam kedepan. Perjalanan pulang yang membuat hampir semua peserta memejamkan mata, karena senin esok kami sudah harus kembali ke kelas untuk belajar hingga akhir pekan terakhir di lembaga ini.

Roda sang kuda besi sempat memperlambat perputarannya. Hampir 10 kilo meter jauhnya sang kuda besi merayap bak siput yang sedang berlomba. Aku bingung apa yang terjadi. Kulihat dari kejauhan, tepatnya pada pukul 17.42, ternyata dua buah truck sarat muatan  krn kecelakaan mobil sarat muatan hangus terbakar tak jauh dari terowongan dibalik gunung itu.

Roda kuda besi kembali melaju. Menembus derasnya air hujan yang mengguyur disore itu. Menghantarkan kami menuju Rest Area sekitar 10 kilometer sebelum jembatan terpanjang di asia tenggara, Jembatan Sultan Abdul Halim Mu’adzam Syah sepanjang 24,7 kilometer dwngan biaya tol sebesar 111,7 Ringgit Malaysia  menyambut kedatangan kami.

Perjalanan panjang dua hari ini akhirnya berhenti tepat di parkiran Recsam pada pukul 20.35, tanda petualangan akhir pekan ini telah selesai dan siap menyambut week days dengan setumpuk ilmu dan pengalaman baru sebagaimana amanah negara yang diletakkan dipundak ini agar dapat diterapkan untuk memajukan pendidikan di tanah air tercinta nanti.

#Terima Kasih PPPPTK Matematika

 Kuala Lumpur-Penang, Malaysia

24 Maret 2019

Akhir Pekan, Saatnya Eksplorasi Malaysia

Oleh: Mahrani

 Pekan kedua telah berlalu. School try out telah dilaksanakan dengan maksimal. Peserta siap-siap menghabiskan akhir pekannya sebagaimana jadwal yang telah disusun dengan rapi oleh pihak Seameo Recsam.

Tatapan mata pada jam dinding yang berada tepat di depan kasur tidurku membangunkan ku pada pagi itu. Pukul 05.00 waktu Penang, Malaysia yang membuatku harus segera menarik handuk dan menuju kamar mandi. Aku tau betul karena kebiasaanku dan sahabat karibku Pak Dana, kami biasanya menghabiskan 3 judul film untuk satu sesi ke kamar mandi secara bergiliran. Dan perkiraanku itu benar adanya, pukul 06.05 baru selesai sesi kamar mandi itu.

Persiapan sebelum keberangkatan yang telah dibungkus rapi dalam tas termasuk “perlengkapan salon khas laki-laki” sudah siap sedia di pagi itu.

Adzan subuh berkumandang. Langkah keluar kamar kami ayunkan. Langkah itu kemudian berbelok sebentar ke kanan karena harus menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba yang senantiasa mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhannya. 2 rakaat itupun berlalu, ditutup dengan salam dan dilanjutkan dengan menadahkan kedua telapak tangan mengharapkan keselamatan di perjalanan yang akan dimulai beberapa menit ke depan.

“Good morning, selamat datang” sambut sang tour guide bernama Mr.Lim pagi itu. Seorang tour guide berbadan tambun, berambut yang tidak lagi hitam, namun senantiasa bertutur kata lembut dan senyum yang mengembang. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, kita akan menuju Kuala Lumpur dan Putera Jaya” tuturnya sebagai kalimat pembuka perkenalan kepada kami yang telah lama menantikan kesempatan ini. Yah….perjalanan untuk dua hari ke depan di pekan kedua kami di Recsam ini diagendakan untuk mengunjungi beberapa tempat yang menjadi icon negara Melayu ini.

E:\Cahyo 2019\Web 2019\Kemendikbud\IMG-20190323-WA0004.jpg

Perjalanan yang dimulai pukul 06.40 pagi itu akan menempuh jarak yang lumayan melelahkan, tak kurang 400 kilometer harus kami lalui bersama hari itu. Tak ketinggalan, Jembatan terpanjang di Asia Tenggara ikut mempersilahkan kami untuk melalui atas punggungnya di 10 menit perjalanan pertama ini. Sungguh pengalaman luar biasa, diterangi lampu-lampu cantik membuat pesona kenampakan alam buatan itu semakin memanjakan mata.

Negeri Perak dengan ibukotanya Ipoh bak tuan rumah yang ramah menyambut kami dari pulau pinang. Hamparan bukit batu kapurnya yang indah, dihiasi dengan pohon dan goa-goa yang memanjakan mata disertai kepakan burung-burung walet di sekitarannya serta tak mau ketinggalan beberapa petak lahan perkebunan sawit bagaikan pasukan yang berjejer di sepanjang perjalanan. Sempat kutanya sebentar pada tour guide yang mendampingi kami mengenai makna Ipoh itu. Ipoh yang ternyata adalah nama pohon asli negeri perak yang getahnya dipergunakan oleh penduduk asli negeri perak untuk racun dalam berburu hewan di tengah hutan.

Negeri perak berlalu, Negeri Selangor menyambut kami dengan senyum mengembang. Perkebunan kelapa sawit yang teramat luas mulai mengangkat lambaian yangannya sejak gerbang perbatasan Negeri Selangor.

Tak terasa pukul 11.28 telah tiba. perjalanan terhenti untuk 1 jam ke depan di Jejantas Resto, dimana kami harus meregangkan otot punggung serta mengisi kampung tengah yang mulai menggelora menantikan nasi lemat ataupun jajanan lain yang sebagai sumber tenanga siang hingga sore ini. Awal perkiraanku melihat tempat ini dari kejauhan adalah hanya jejeran tempat mengisi perut layaknya beberapa tempat yang pernah kukunjungi di tanah air. Namun aku salah, ternyata hal tersebut hanyalah tampilan awal yang terlihat dari parkiran, namun setelah masuk ke area jejantas, justru kakiku tak sanggup untuk mengeksplorasinya hingga bagian ujung.

Langkahku terhenti di sebuah kedai di bagian dalam area Jejantas. Kedai makanan prasmanan yang sedikit mengobati kerinduanku akan masakan di rumah. Masakan yang dibuat oleh istri serta ibu kandungku. Sigap kuambil pring,sendok dan segala masakan yang ingin kulahap siang itu. Ditemani segelas Milo Ice kental yang lazim dipanggil penduduk Malaysia dengan dialeg melayunya dengan kalimat “milo aes” masakan itu semakin terasa nikmat dilidahku.

1 jam telah berlalu. Perut semua peserta telah terisi penuh. Ampas-ampas yang ada telah diletakkan pada tempat khususnya. Kamipun kembali ke dalam bis dan akan melanjutkan perjalanan ke Pusat Sains Negara yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari Jejantas Restoran, Sungai Buloh, Negeri Selangor.

Bis kembali melanjutkan perputaran rodanya. Tak tahu putaran keberapa roda itu, turunan bukit di di ujung pandangan kami ternyata menjadi pintu masuk Kuala Lumpur, tempat tujuan eksplorasi kami untuk dua hari kedepan.

Eksplorasi pertama kami selama 1 jam 30 menit di Pusat Sains Negara, dengan koleksi sainsnya yang beraneka ragam. Namun bagiku, di Taman Pintar yang berada di Jogjakarta jauh lebih lengkap lagi koleksinya.

Satu setengah jam berlalu, bis telah setia menunggu. Namun lanjutan perjalanan itu belum bisa kami lanjutkan karena harus menunggu satu orang diantara kami yang masih setia dengan kebiasaannya. Diskusi kecil antar pasangan peserta lain mulai dilakukan, diskusi ringan mengenai komitmen dan etika yang harus dijaga dan menyesuaikan.

Pukul 14.43 waktu Kuala Lumpur tampak di layar. Roda bis yang membawa kami menyusuri negeri ini akhirnya bergerak kembali. Perjalanan eksplorasi kembali kami nikmati.

Eksplorasi kedua dilanjutkan menuju Istana Negara. Istana terbaru yang dibangun tahun 1996. Istana megah dengan biaya pembangunan 800 Juta Ringgit Malaysia ini sungguh membuat mata semua turis terbelalak. Arsitektur khas Melayu tampak jelas mulai dari arah masuk hingga bangunan utama kediaman resmi Yang Dipertuan Agong. Meskipun panas menyengat, namun antusias mencari angel yang paling tepat membuat para turis mengabaikan sengatan sang mentari di tengah hari ini.

Eksplorasi berlanjut menuju Monumen Nasional Malaysia. Monumen kebanggaan rakyat Malaysia yang didedikasikan untuk mengenang semangat perjuangan para patriot bangsa. Patriot bangsa yang rela mempertaruhkan darah dan nyawanya demi membela tanah air tercinta mereka. Arsitektur khas hasil buah fikir sang maestro dari Austria yang terlihat jelas dari bentuk pondasi hingga atap bangunannya. Cuaca mendung yang terlihat di tempat ini ternyata tidak menyurutkan semangat peserta bahkan suhu panas di negeri ini. Mungkin  mereka telah berpadu dalam satu melodi syahdu.

Detak jam telah menunjukkan waktu 15.49. Sebagian rombongan masih tetap juga tertinggal dari waktu 20 menit yang ditentukan. Kusadari mungkin ini karena semangat dan rasa keingintahuan mereka yang mendalam. Roda bis inipun terpaksa harus tertahan.

Pikirku eksplorasi kali ini cukup sampai disini. Ternyata roda bis ini kembali berputar menghantarkan kami ke Dataran Merdeka Malaysia. Sebuah tempat fenomenal Bangsa Malaysia yang merupakan bangunan pengadilan nasional yang kental dengan arsitektur khas Melayu dan Timur Tengahnya. Bangunan yang berdiri tegak dan gagah tiang bendera setinggi 100 meter lengkap dengan bendera kebangsaannya yang berkibar, seakan-akan ingin berkata pada siapapun yang melihatnya “inilah Malaysia, yang akan senantiasa berkibar sepanjang masa. Semakin kencang angin yang menerjangnya, semakin gagah kibaran benderanya”.

Pukul 16.19, roda bis ini kembali berputar. Kali ini menghantarkan kami menuju hotel untuk sekedar membersihkan kulit dari debu yang menempel, bahkan bau setengah ikan asin khas makhluk-makhluk berkepala tiga ke atas yang deodorantnya hanya bertahan 8 jam saja.

Roda bis ini akhirnya berhenti tepat pukul 16.30. Ia menghantarkan kami untuk sekedar melepas lelah untuk satu jam ke depan sebelum kembali dijemput untuk mengeksplorasi Twin Towers serta pesta mencuci dompet bagi para pemburu oleh-oleh khas negeri orang. Kamar 910 Hotel Sani menyambutku dengan ramahnya, tak sempat kurebahkan badan serta kupejamkan mata ini meski hanya untuk beberapa menit kedepan dikarenakan harus berburu waktu untuk mandi dan berganti pakaian agar tidak ketinggalan bis sebagaimana jadwal yang telah ditentukan. Sambil menunggu antrian di pemandian, tak kupa kuteguk sebotol air mineral penyambutan tamu kesayangan yang disediakan oleh pihak hotel. Terasa lega tenggorokan ini. Tenggorokan bak Gurun Kalahari yang tak dibasahi air sekian jam kali ini basahlah sudah karena tegukan demi tegukan.

Android kupun ikut melemparkan senyuman. Senyuman karena mendapatkan energi untuk beberapa waktu demi mempertahankan hidupnya karena eksploitasi sang pemilik demi mengabadikan moment langka di negeri tetangga.

Detak waktu menunjukkan pukul 17.20 waktu Kuala Lumpur. Kami harus turun ke lobby sebelum 17.30 sebagaimana kesepakatan sebelumnya.

17.44 bis itu rodanya kembali berputar menghantarkan kami ke KLCC. Menara kembar kebanggaan Malaysia yang pernah dinobatkan sebagai gedung tertinggi di dunia. Kesempatan ini merupakan kesempatan emas bagi para peserta. 20 menit di perjalanan, roda sang pengantar berhenti. kami diberi kesempatan untuk mengeksplorasi twin towers hingga 4 jam kedepan.

E:\Cahyo 2019\Web 2019\Kemendikbud\20190323_180724.jpg

Tentu kesempatan emas ini tidak disia-siakan. Lokasi-lokasi paforit tak luput dari mata sang pemburu foto. Ratusan kali foto diambil demi satu gambar terbaik. Puluhan video direkam demi satu video terbaik yang akan diupload di media sosial. Belasan kalimat telah dipersiapkan dengan rapi dan indah sejak berada di Recsam, kalimat salam untuk para yang dicinta di tanah air, hingga kalimat ucapan terima kasih kepada PPPPTK Matematika yang memberikan kesempatan emas pada guru-guru Matematika terbaik dari Indonesia untuk belajar disini.

Twin Towers menjadi tempat eksplorasi terakhir di hari pertama ini.

4 jam berlalu, saatnya harus kembali ke peraduan agar dapat melanjutkan eksplorasi di keesokan harinya lagi….

*Bersambung………*

Kamar 910 Hotel Sani,

Kuala Lumpur-Malaysia